Sabtu, 27 Juli 2013

Kerajaan Kediri



BAB I
PENDAHULUAN
I.                   Latar Belakang
            Kerajaan Kediri adalah sebuah kerajaan besar di Jawa Timur yang berdiri pada abad ke-12. Kerajaan ini merupakan bagian dari Kerajaan Mataram Kuno. Pusat kerajaanya terletak di tepi S. Brantas yang pada masa itu telah menjadi jalur pelayaran yang ramai.
             Kerajaan Kediri lahir dari pembagian Kerajaan Mataram oleh Raja Airlangga (1000-1049). Pemecahan ini dilakukan agar tidak terjadi perselisihan di antara anak-anak selirnya. Tidak ada bukti yang jelas bagaimana kerajaan tersebut dipecah dan menjadi beberapa bagian. Dalam bab ada disebutkan bahwa kerajaan dibagi empat atau lima bagian. Tetapi dalam perkembangannya hanya dua kerajaan yang sering disebut, yaitu Kediri (Pangjalu) dan Jenggala. Samarawijaya sebagai pewaris sah kerajaan mendapat ibukota lama, yaitu Dahanaputra, dan nama kerajaannya diubah menjadi Pangjalu atau dikenal juga sebagai Kerajaan Kediri.
            Dalam perkembangannya Kerajaan Kediri yang beribukota Daha tumbuh menjadi besar, sedangkan Kerajaan Jenggala semakin tenggelam. Diduga Kerajaan Jenggala ditaklukkan oleh Kediri. Akan tetapi hilangnya jejak Jenggala mungkin juga disebabkan oleh tidak adanya prasasti yang ditinggalkan atau belum ditemukannya prasasti yang ditinggalkan Kerajaan Jenggala. Kejayaan Kerajaan Kediri sempat jatuh ketika Raja Kertajaya (1185-1222) berselisih dengan golongan pendeta. Keadaan ini dimanfaatkan oleh Akuwu Tumapel Tunggul Ametung.
            Namun kemudian kedudukannya direbut oleh Ken Arok. Diatas bekas Kerajaan Kediri inilah Ken Arok kemudian mendirikan Kerajaan Singasari, dan Kediri berada di bawah kekuasaan Singasari. Ketika Singasari berada di bawah pemerintahan Kertanegara (1268-1292), terjadilah pergolakan di dalam kerajaan. Jayakatwang, raja Kediri yang selama ini tunduk kepada Singasari bergabung dengan Bupati Sumenep (Madura) untuk menjatuhkan Kertanegara. Akhirnya pada tahun 1292 Jayakatwang berhasil mengalahkan Kertanegara dan membangun kembali kejayaan Kerajaan Kediri.
            Setelah berhasil mengalah kan Kertanegara, Kerajaan Kediri bangkit kembali di bawah pemerintahan Jayakatwang. Salah seorang pemimpin pasukan Singasari, Raden Wijaya, berhasil meloloskan diri ke Madura. Karena perilakunya yang baik, Jayakatwang memperbolehkan Raden Wijaya untuk membuka Hutan Tarik sebagai daerah tempat tinggalnya. Pada tahun 1293, datang tentara Mongol yang dikirim oleh Kaisar Kubilai Khan untuk membalas dendam terhadap Kertanegara. Keadaan ini dimanfaatkan Raden Wijaya untuk menyerang Jayakatwang. Ia bekerjasama dengan tentara Mongol dan pasukan Madura di bawah pimpinan Arya Wiraraja untuk menggempur Kediri. Dalam perang tersebut pasukan Jayakatwang mudah dikalahkan.
II.                Rumusan Masalah
a)              Bagaimana kehidupan politik pemerintahan kerajaaan Kediri ?
b)             Bagaimana kehidupan social masyarakat kerajaan Kediri ?
c)              Bagaimana kehidupan ekonomi dan pencaharian kerajaan Kediri ?
d)             Bagaimana kehidupan religi dan budhaya kerajaan Kediri ?

III.             Tujuan
Makalah singkat ini tidak hanya membahas tentang masalah politik dan proses bergantinya raja-raja di Kediri, namun juga pembahasan singkat tentang keseluruhan aspek kehidupan di Kediri yang antara lain dalam hal sosial, politik, ekonomi , dan perkembangan agama pada saat itu. Kerajaan Kediri merupakan kerajaan yang terkenal dengan berbagai karya sastra dan ramalan mustajab dari rajanya yaitu raja Jayabaya.

BAB II
ISI

1.      Kehidupan Politik Pemerintahan
            Masa-masa awal Kerajaan Panjalu atau Kediri tidak banyak diketahui. Prasasti Turun Hyang II (1044) yang diterbitkan Kerajaan Janggala hanya memberitakan adanya perang saudara antara kedua kerajaan sepeninggal Airlangga.
            Sejarah Kerajaan Panjalu mulai diketahui dengan adanya prasasti Sirah Keting tahun 1104 atas nama Sri Jayawarsa. Raja-raja sebelum Sri Jayawarsa hanyaSri Samarawijaya yang sudah diketahui, sedangkan urutan raja-raja sesudah SriJayawarsa sudah dapat diketahui dengan jelas berdasarkan prasasti-prasasti yangditemukan.
Kerajaan Panjalu di bawah pemerintahan Sri Jayabaya berhasil menaklukkan Kerajaan Janggala dengan semboyannya yang terkenal dalam prasasti Ngantang (1135), yaitu  Panjalu Jayati atau Panjalu Menang .
Pada masa pemerintahan Sri Jayabhaya inilah, Kerajaan Panjalu mengalami masa kejayaannya. Wilayah kerajaan ini meliputi seluruh Jawadan beberapa pulau di  Nusantara, bahkan sampai mengalahkan pengaruhKerajaan Sriwijaya di Sumatra.
Hal ini diperkuat kronik Cina berjudul Ling wai tai ta karya Chou Ku-feitahun 1178, bahwa pada masa itu negeri paling kaya selain Cina secara berurutan adalah Arab,  Jawa, dan Sumatra. Saat itu yang berkuasa di Arab adalah Bani Abbasiyah, di Jawa ada Kerajaan Panjalu, sedangkan Sumatra dikuasai Kerajaan Sriwijaya.
-                    Raja-Raja Kediri
a.       Raja Jayawarsa (1104 M)
Masa pemerintahan Jayawarsa (1104 M) hanya dapat diketahui melalui Prasasti Sirah Keting. Dari prasasti itu diketahui bahwa Raja Jayawarsa sangat besar perhatiannya kepada rakyatnya dan berupaya meningkatkan kesejahteraan hidup rakyatnya.
b.      Sri Maharaja Rakai Sirikan Sri Bameswara (1117-1134 M)
Raja Sri Bameswara meninggalkan banyak prasasti,antara lain Prasasti Padeglan (1117 M ),  Prasasti Panumbangan (1120 M ),  Prasasti candi Tuban (1130 M ),dan  Prasasti Tangkilan (1130 M).Raja Sri Bameswara diperkirakan memerintah hingga tahun 1134 M.
c.       Raja Jayabaya (1139 – 1157 M)
Jayabaya merupakan raja kediri yang terkemuka. Dalam masa pemerintahannya, pada tahun 1059 Saka atau tahun 1157 Masehi telah digubah sebuah kitab oleh Empu Sedah dengan nama Kakawin Bharatayudha. Di dalam kitab ini dijumpai juga nama Jayabaya. Sebelum kitab ini selesai ditulis, EmpuSedah meninggal dunia dan karyanya diselesaikan oleh Empu Panuluh. Suasana perang saudara antara Jenggala dan Panjalu (Kediri) sangat memegaruhi Empu Sedah untuk menulis kitab kakawin Bharatayudha. Kitab ini menggambarkan perang saudara antara keluarga Pandhawa dan Kurawa. Selain menyelesaikan kitab Bharatayudha, Empu Panuluh juga menulis kitablainnya,sepeti kitab  Gatutkacasraya dan kitab Hariwangsa kedua kitab itu juga ditulis dalam bentuk kakawin.
Kerajaan Kediri mengalami masa keemasan ketika diperintah oleh PrabuJayabaya. Sukses gemilang Kerajaan Kediri didukung oleh tampilnya cendekiawan terkemuka Empu Sedah, Empu Panuluh, Empu Darmaja, Empu Triguna danEmpu Manoguna. Mereka adalah jalma sulaksana, manusia paripurna yang telahmemperoleh derajat oboring jagad raya. Di bawah kepemimpinan Prabu Jayabhaya,Kerajaan Kediri mencapai puncak peradaban, terbukti dengan lahirnya kitab-kitabhukum dan kenegaraan sebagaimana terhimpun dalam karya-karya KakawinBharatayuda oleh Empu Sedah dan Empu Panuluh , Gathotkacasraya dan Hariwangsaoleh Empu Panuluh yang hingga kini merupakan warisan ruhani bermutu tinggi.

d.      Raja Sareswara (1159-1169 M )
Raja Sareswara atau lengkapnya Sri Maharaja Rakai Sirikan Sri Sarweswara Janadhanawata memerintah dari tahun 1159 sampai dengan tahun 1169 Masehi.Tidak dpat yang banyak diketahui tentang raja ini.Raja Sarweswara hanyameninggalkan dua Prasasti,yaitu Prasasti Padeglan II 
 (1159 M ) dan Prasasti Kayunan  ( 1161 M ). Akan tetapi,kedua prasasti itu sampai sampai kini belum dapat diterjemahkan.
e.       Sri Aryeswara ( 1169 – 1181 )
Raja Saryeswara atau lengkapnya Sri Maharaja Rakai Hino Sri AryeswaraMadhusudanawatararijaya  memerintah dari tahun 1169 sampai dengan tahun 1181 Masehi. Lencana kerajaan baginda adalah ganesya.
f.       Sri Gandra ( 1181 -1182 M )
Sri Gandra atau lengkapnya Sri Maharaja Koncaryadipa adalah pengganti SriAryeswara.Satu – satu prasasti yang ada adalah prasasti jaring (1181 M). Dari prasasti tersebut diketahui bahwa pada masa pemerintahannya terdapat jabatan senopati sarwajala (panglima angkatan laut).Adanya jabatan atau pangkat Senopati Sarwajala, membuktikan bahwa kerajaan Panjalu mempunyai angkatan laut.Selain itu suatu hal yang sangat menarik pada masa pemerintahan Raja Sri Gandra ialah digunakan nama-nama binatang sebagai gelar atau nama para pejabat kerajaan,misalnya Kebo sawalah, Lembu Agra, Gajah kuning, Macan putih, dan Menjangan Punguh.
g.      Kameswara(1182 – 1185 M )
Pada tahun 1182 Masehi yang memerintah kerajaan Kediri ialah raja Kameswara. Ia bergelar Sri Maharaja Sri Kameswara Triwikramawatara. Baginda memerintah hanya sampai tahun 1185 Masehi. Pada masa pemerintahannya ditulis Kakawin Smaradhana yang isinya juga menyebutkan bahwa raja adalah keturunan Kamajaya. Permaisuri raja bernama Sri Kirana atau Candra Kirana yang berasal dari Jenggala. Kitab Smaradhanaini ditulis oleh Empu Dharmaja, sedangkan kitab Lubdaka danWertasancaya dikarang oleh Empu Tan Akung.
h.      Kertajaya (1190 – 1222 M )
Kertajaya pada tahun 1190 M naik Thata dengan gelar Sri Maharaja Sri Sarmeswara Triwikramawatarannanindita Srengga Digjayattunggadewanama . Kertajaya memerintah hingga tahun 1222 M. Lencana kerajaan Kertajaya ialah sangka atau siput terbang dan garuda mukha seperti lencana Airlangga.Pada tahun1222 Masehi. Kertajaya dikalahkan oleh Ken Arok dalam suatu pertempuran di desa Ganter dekat Pujon (Malang). Dengan kekalahan Kertajaya itu,berakhir  pulalah kerajaan Kediri sebagai penguasa daerah Jawa Timur. Selanjutnya di JawaTimur berdiri kerajaan Singasari.
-          Kitab Perundang-Undangan
Sistem Perundang-undangan Kerajaan Kediri disusun oleh para ahli hukum yang tergabung dalam Dewan Kapujanggan Istana. Sebelum menjalankan tugasnya para pakar hukum tadi senantiasa melakukan studi banding dalam hal penyusunan hukum serta konstitusi dari negeri lain. Produk hukum yang telah dihasilkan oleh dewan tersebut yaitu Kitab Darmapraja. Kitab ini merupakan karya pustaka yang berisi Tata Tertib Penyelenggaraan Pemerintahan dan Kenegaraan. Dalam soal pengadilan, Raja selalu mengikuti Undang-undang ini, sehingga adil segala keputusanyang diambilnya, membuat puas semua pihak.
Pada pasal-pasal kitab tersebut, kata “agama” dapat ditafsirkan sebagai Undang-undang atau Kitab Perundang-undangan. Kadang yang berbeda ini perumusannya saja, yang satu lebih panjang daripada yang lain dan merupakan kelengkapan atau penjelasan dari pasal sejenis yang pendek. Kitab Perundang-undangan Agama adalah terutama Kitab Undang-undang Hukum Pidana. Namun disamping Kitab Undang-undang Hukum Pidana terdapat juga Undang-undang Hukum Perdata.
Tata cara jual-beli, pembagian warisan, pernikahan dan perceraian masuk dalam Undang-undang Hukum Perdata). Memang pada zaman Kediri belum ada perincian tegas antara Undang-undang Hukum Pidana dan Hukum Perdata. Menurut sejarah per Undang-undangan Hukum Perdata tumbuh dari Hukum Pidana, jadi percampuran Hukum Perdata dan Hukum Pidana dalam KitabPerundang-undangan Agama di atas bukan suatu keganjilan ditinjau dari segi sejarah hukum.
-          Sistem Peradilan Kerajaan
Sistem peradilan Kerajaan Kediri bertujuan untuk mencapai kepastian hukum dalam penyelenggaraan pemerintahan dan kerajaan (Stutterheim, 1930:254). Dengan adanya kepastian hukum, maka hak dan kewajiban semua warga kerajaan dapat dijamin. Keseimbangan antara hak dan kewajiban warga kerajaan telah membuktikan serta membuahkan ketentraman lahir dan batin. Aparat dan rakyat menghormati hukum atau darma semata-mata demi terjaganya kepentingan bersama.
Semua keputusan dalam pengadilan diambil atas nama Raja yang disebut Sang Amawabhumi artinya orang yang mempunyai atau menguasai negara. DalamMukadimah Darmapraja ditegaskan demikian:
Semoga Sang Amawabhumi teguh hatinya dalam menerapkan besar kecilnya denda, jangan sampai salah trap. Jangan sampai orang yang bertingkah salah, luput dari tindakan. Itulah kewajiban Sang Amawabhumi, jika beliau mengharapkankerahayuan negaranya (Moedjanto, 1994:56).
Dalam soal pengadilan, Raja dibantu oleh dua orang Adidarma Dyaksa. Seorang Adidarma Dyaksa Kasiwan dan seorang Adidarma Dyaksa Kabudhan, yakni kepala agama Siwa dan kepala agama Budha dengan sebutan Sang Maharsi, karena kedua agama itu merupakan agama utama dalam Kerajaan Kediri dan segala Perundang-undangan didasarkan agama.
Kedudukan Adidarma Dyaksa boleh disamakan dengan kedudukan HakimTinggi. Mereka itu dibantu oleh lima Upapati artinya : pembantu dalam pengadilan adalah pembantu Adidarma Dyaksa. Mereka itu biasa disebut Pamegat atau Sang Pamegat artinya : Sang Pemutus alias Hakim. Baik Adidarma Dyaksa maupun Upapati bergelar Sang Maharsi. Mula-mula jumlahnya hanya lima yakni : Sang Pamegat Tirwan, Sang Pamegat Kandamuhi, Sang Pamegat Manghuri, Sang Pamegat Jambi, Sang Pamegat Pamotan.
Mereka itu semuanya termasuk golongan Kasiwan, karena agama Siwa adalah agama resmi negara Kediri dan mempunyai pengikut paling banyak. Pada zaman pemerintahan Prabu Jayabhaya jumlah Upapati ditambah dua menjadi tujuh.Keduanya termasuk golongan Kabudhan, sehingga ada lima Upapati Kasiwan dan dua Upapati Kabudhan. Perbandingan itu sudah layak mengingat jumlah pemeluk agama Budha kalah banyak dengan jumlah pemeluk agama Siwa. Dua Upapati Kabudhan itu ialah Sang Pamegat Kandangan Tuha dan Sang Pamegat Kandangan Rare.
Ketika Prabu Jayabaya bertahta di Mamenang, beliau dihadap oleh pelbagai pembesar, di antaranya Dyaksa, Upapati dan Para Panji yang paham tentang Undang-undang. Dari uraian itu nyata bahwa Para Panji adalah pembantu para Upapati dalam melakukan pengadilan di daerah-daerah. Pangkat Panji masih dikenal di kesultanan Yogyakarta sampai tahun 1940. Para Panji di Kesultanan Yogya diserahi tugas pengadilan. Jadi tidak berbeda dengan Para Panji pada zaman Kediri.
Lembaga peradilan kerajaan ini bertanggung jawab kepada Raja secara langsung. Akan tetapi silang sengketa yang menyangkut kepentingan raja dan keluarganya, menggunakan peradilan khusus, sehingga kontaminasi dan intervens iterhadap hasil putusan dapat dihindari. Dalam hal ini Raja mempunyai staf hukum yang mumpuni, profesional dan tidak diragukan lagi integritas serta kredibilitasnya.
-          Hukum Positif dan Budhaya Simbolik
Dalam masa pemerintahan Prabu Jayabaya, prinsip pelaksanaan kenegaraanterbagi menjadi dua yakni hukum positif dan budhaya simbolik. Hukum positif merupakan hukum yang berlaku berdasar peraturan tertulis yang disepakati bersama.Biasanya hukum ini bersifat praktis, teknis dan mikro. Semua transaksi dan lika-liku kehidupan yang menyangkut jual beli, dagang, ekonomi, politik, karier, birokrasi,organisasi dan perkawinan diatur secara rinci. Pelanggaran hukum dan dendanya pun diatur secara detail.
Di samping hukum positif, dalam menata masyarakatnya Prabu Jayabhaya menggunakan pendekatan budhaya simbolik. Untuk menunjang keberhasilan program ini, maka diperintahkanlah para pujangga untuk menulis karya cipta. Tujuannya agar aparat dan rakyat patuh pada norma susila. Hanya saja apabila terjadi pelanggaran maka hukuman dan sangsinya bersifat ghaib spiritual. Pujangga yang diberi tugas menulis kitab spiritual itu di antaranya adalah Empu Sedah dan Empu Panuluh.Empu Sedah adalah penyusun Kakawin Baratayudha pada tahun 1079 Saka atau 1157Masehi, dengan sengkalan berbunyi Sangha Kuda Suddha Candrama. Hanya saja,Empu Sedah keburu meninggal sebelum karyanya selesai. Kakawin Baratayudha dipersembahkan kepada Prabu Jayabhaya, Mapanji Jayabhaya, Jayabhaya Laksana atau Sri Warmeswara.
Tingkat kecerdasan rakyat memang berbeda-beda. Hukum positif yang disusun oleh elit negara, kadang kala kurang bisa dipahami oleh rakyat awam.Keadaan ini disadari oleh para Raja Kediri. Oleh karena itu demi terciptanya susasana yang harmonis, lantas diciptakan nasehat-nasehat simbolis berbau mistis.Kenyataannya pesan-pesan spitirual Prabu Jayabhaya yang dibungkus dengan ramalan ghaib tadi dipercaya oleh sebagian besar masyarakat. Sebagai pelengkap dan pengiring hukum positif, maka budhaya simbolik tersebut dapat digunakan untuk mencapai ketertiban sosial.
Prabu Jayabaya adalah raja besar laksana Dewa Keadilan yang angejawantahing madyapada. Sikap hidupnya benar-benar bijaksana. Kewibawaannya telah membuat ketentraman dan kemuliaan jagat raya, yang membuat Kerajaan Kediri mencapai masa kejayaan dan keemasan.
Selama Prabu Jayabaya memegang kendali pemerintahan dan tata praja, Nusantara sungguh-sungguh diperhitungkan di kawasan Asia Tenggara, Asia Tengah dan Asia Selatan. Beliau berhasil mewujudkan negara yang Gedhe Obore, PadhangJagade, Dhuwur Kukuse, Adoh Kuncarane, Ampuh Kawibawane. Masyarakat merasakan negara yang Gemah Ripah Loh Jinawi, Tata Tentrem Karta Raharja. Konsep Saptawa, dijadikan sebagai program utama yaitu :
a.       Wastra (sandang)
b.      Wareg (pangan)
c.       Wisma (papan)
d.      Wasis (pendidikan)
e.       Waras (kesehatan)
f.       Waskita (keruhanian), dan
g.      Wicaksana (kebijaksanaan).
Masyarakat Jawa percaya bahwa Prabu Jayabaya selalu bersikap arif dan bijaksana serta menjunjung hukum yang berlaku. Semua golongan masyarakat bersatu padu mendukung pemerintahannya. Refleksi kearifan warisan para leluhur raja Jawa dijadikan referensi untuk membawa kebesaran Nusantara.
Kebesaran dan kejayaan Kerajaan Kediri, di samping faktor kepemimpinan rajanya yang selalu mengutamakan kepentingan umum, juga didukung oleh kejeliannya dalam menyusun Undang-undang dasar yang mengikat sekalian warganya. Kepatuhan pada konstitusi telah membuat ketertiban di seluruh kawasan Kerajaan Kediri. Aparat kerajaan yang terdiri dari pejabat sipil dan militer bekerja sesuai dengan amanat konstitusi, sehingga segala kebijakan kerajaan membuahkan kemakmuran dan ketentraman rakyat.
2.      Kehidupan Sosial Masyarakat
Kehidupan sosial kemasyarakatan pada zaman Kediri, dapat dilihat pada kitab Ling-Wai-Tai-Ta yang disusun oleh Chou Ku-Fei tahun 1178 M. Dalam kitab tersebut dinyatakan bahwa orang-orang memakai kain sampai di bawah lutut, rambutnyadiurai.
Hubungan kekerabatan dapat ditunjukan dari beberapa adat-istiadat atau kebiasaan masyarakat Kediri. Di antaranya setiap bulan kelima diadakan pesta air yang dapat membuat masyarakat bergembira dengan naik perahu. Sedangkan bulan kesepuluh, perayaan pesta berlangsung di gunung dengan alat musik terdiri dari suling, gendang dan gambang kayu. Dalam upacara perkawinan, keluarga pengantin wanita menerima mas kawin berupa emas. Untuk menjaga keamanan dan ketentraman masyarakat, pencuri dan perampok dikenai hukuman mati.
Selain itu ada beberapa keterangan yang terdapat dalam berita-beritaTionghoa, seperti di kitab Ling-wai-tai-ta yang disusun Chou K’u-fei di tahun 1178dan di kitab Chu-fan-chi oleh Chau-Ju-Kua di tahun 1225, misalnya:
a)         Orang-orangnya memakai kain sampai dibawah lutut , rambut diurai;
b)        Rumah-rumah bersih dan rapih, lantai berubin hijau dan kuning;- Pertanian, peternakan, serta perdagangan maju dan kerajaan penuh perhatian;
c)         Tidak ada hukuman badan, yang bersalah di denda emas;
d)        Pencuri dan perampok yang tertangkap dibunuh;
e)         Orang sakit bukan makan obat tapi mohon sembuh  para Dewa dan Buddha;
f)         Raja berpakaian sutera, sepatu kulit, memakai emas-emasan, rambut disanggul.
g)        Raja keluar naik gajah atau kereta, diiringi 500-700 prajurit dan rakyat jongkok;
h)        Raja dibantu  4 menteri, gaji dari menerima hasil bumi/lainnya sewaktu-waktu
i)          Rakyat lekas naik darah dan suka berperang, suka mengadu babi dan ayam;
j)          Kehidupan Ekonomi dan Mata Pencaharian
Golongan-golongan dalam masyarakat Kediri dibedakan menjadi tiga berdasarkan kedudukan dalam pemerintahan kerajaan.
a)         Golongan masyarakat pusat (kerajaan), yaitu masyarakat yang terdapat dalam lingkungan raja dan beberapa kaum kerabatnya serta kelompok pelayannya.
b)        Golongan masyarakat thani (daerah), yaitu golongan masyarakat yang terdiri atas para pejabat atau petugas pemerintahan di wilayah thani (daerah).
c)         Golongan masyarakat nonpemerintah, yaitu golongan masyarakat yang tidak mempunyai kedudukan dan hubungan dengan pemerintah secara resmi atau masyarakat wiraswasta.

3. Kehidupan ekonomi dan pencaharian

Dalam kehidupan ekonomi diceritakan bahwa perekonomian Kediri bersumber atas usaha perdagangan, peternakan, dan pertanian. Kediri terkenal sebagai penghasil beras,menanam kapas dan memelihara ulat sutra. Dengan demikian dipandang dari aspek ekonomi, kerajaan Kediri sudah cukup makmur. Hal ini terlihat dari kemampuan kerajaan memberikan penghasilan tetap kepada para pegawainya walaupun hanya dibayar dengan hasil bumi. Demikian keterangan yang diperoleh berdasarkan kitab Chi-Fan-Chi dan kitab Ling-wai-tai-ta.
Untuk menopang penghasilan kerajaan , diberlakukan sistem pajak.Komoditas dagang berupa beras, emas, perak, daging, dan kayu cendana. Adapun bentuk pajak berupa beras, kayu, dan palawija.
4.      Kehidupan Religi dan Budhaya
Agama yang berkembang di Kediri adalah agama hindu aliran Waisnawa( Airlangga titisan Wisnu). Dalam bidang spiritual di Kerajaan Kediri juga sangat maju (Pigeaud, 1924:67). Tempat ibadah dibangun di mana-mana. Para guru kebatinan mendapat tempat yang terhormat. Bahkan Sang Prabu sendiri kerap melakukan tirakat, tapa brata dan semedi. Beliau suka bermeditasi di tengah hutan yang sepi. Laku prihatin dengan cegah dhahar lawan guling, mengurangi makan tidur. Hal ini menjadi aktifitas ritual sehari-hari. Tidak mengherankan apabila Prabu Jayabhaya mengerti sadurunge winarah (Tahun sebelum terjadi) yang bisa meramal owahgingsire jaman. Ramalan itu sungguh relevan untuk membaca tanda-tanda jaman saat ini.
Prabu Jayabaya memerintah antara 1130 – 1157 M. Dukungan spiritual dan material dari Prabu Jayabaya dalam hal hukum dan pemerintahan tidak tanggung-tanggung. Sikap merakyat dan visinya yang jauh ke depan menjadikan PrabuJayabaya layak dikenang sepanjang masa. Kalau rakyat kecil hingga saat ini ingat pada beliau, hal itu menunjukkan bahwa pada masanya berkuasa tindakannya selalu bijaksana dan adil terhadap rakyatnya.
Kehidupan beragama sudah diatur juga dalam Undang-undang. Tiap bab memuat pasal-pasal yang sejenis, sehingga ada sistematika dalam penyusunan. Sudah pasti bahwa susunannya semula menganut suatu sistem. Kitab hukum per Undang-undangan itu disusun sebagai berikut :

a)    Bab I: Sama Beda Dana Denda, berisi ketentuan diplomasi, aliansi,konstribusi dan sanksi.
b)   Bab II : Astadusta, berisi tentang sanksi delapan kejahatan (penipuan, pemerasan, pencurian, pemerkosaan, penganiayaan, pembalakan, penindasan dan pembunuhan)
c)    Bab III: Kawula, berisi tentang hak-hak dan kewajiban masyarakat sipil.
d)   Bab IV : Astacorah, berisi tentang delapan macam penyimpanganadministrasi kenegaraan.
e)    Bab V: Sahasa, berisi tentang sistem pelaksanaan transaksi yang berkaitan pengadaan barang dan jasa.
f)    Bab VI:Adol-atuku, berisi tentang hukum perdagangan.
g)   Bab VII: Gadai atau Sanda, berisi tentang tata cara pengelolaan lembaga pegadaian.
h)   Bab VIII:Utang-apihutang, berisi aturan pinjam-meminjam
i)     Bab IX : Titipan, berisi tentang sistem lumbung dan penyimpanan barang.
j)     Bab X:Pasok Tukon, berisi tentang hukum perhelatan.
k)   Bab XI:Kawarangan, berisi tentang hukum perkawinan.
l)     Bab XII: Paradara, berisi hukum dan sanksi tindak asusila.
m) Bab XIII : Drewe kaliliran, berisi tentang sistem pembagian warisan.
n)   Bab XIV : Wakparusya, berisi tentang sanksi penghinaan dan pencemarannama baik.
o)   Bab XV : Dendaparusya, berisi tentang sanksi pelanggaran administrasi
p)   Bab XVI : Kagelehan, berisi tentang sanksi kelalaian yang menyebabkankerugian publik.
q)   Bab XVII : Atukaran, berisi tentang sanksi karena menyebarkan permusuhan.
r)     Bab XVIII: Bumi, berisi tentang tata cara pungutan pajak 
s)    Bab XX: Dwilatek, berisi tentang sanksi karena melakukan kebohongan publik.
t)     Budhaya
Pada zaman Kediri pengaruh kebudhayaan India meresap dalam banyak bidang kehidupan. Pengaruh kebudhayaan India itu juga terasa sekali dalam bidang Perundang-undangan. Agama Hindu-Budha jelas menunjukkan adanya pengaruh India dalam masyarakat Kediri. Kitab Perundang-undangan India Manawa DarmaSastra dijadikan pola Perundang-undangan Kediri yang disebut Darma Praja yangtelah disesuaikan dengan suasana setempat (Yoedoprawiro, 2000:123).
Demikianlah kitab Perundang-undangan itu bukan terjemahan tepat dari kitab Perundang-undangan India. Bahwa isi kitab Perundang-undangan agama diambil dari sari kitab Perundang-undangan India. Dalam kitab Perundang-undangan agama banyak kedapatan  pasal-pasal yang dikatakan berasal dari ajaran Bagawan Bregu, jadi berasal dari Darma Praja. Adanya pengaruh dari luar tadi memang sebuah keniscayaan, karena banyak cendekiawan Kediri yang ditugaskan belajar kemancanegara, terutama negeri Asia Tengah, Asia Selatan dan Asia Barat.
Karya di bidang hukum tata Negara.
Empu Triguna hidup pada masa pemerintahan Prabu Jayawarsa di Panjalu pada tahun 1026 Saka atau 1104 Masehi (Poerbatjaraka, 1957: 18). Prabu Jayawarsaini juga menjadi patron bagi para pujangga dalam mengembangkan dinamika ilmu hukum dan tata praja. Para cendekiawan yang berbakat diberi fasilitas untuk mengaktualisasikan idealismenya.
Pernyataan ini didukung, sebenarnya sudah digaris bawahi oleh pujangga kita dahulu. Karya hukum dan tata praja yang telah diciptakan oleh Empu Triguna adalah Kakawin Kresnayana. Kakawin Kresnayana berisi tentang ilmu hukum dan pemerintahan. Prabu Jayawarsa juga amat peduli dengan kehidupan ilmu pengetahuan, sebagai tanda bahwa beliau juga seorang humanis. Empu Manoguna adalah rekan seangkatan Empu Triguna. Keduanya merupakan pujangga istana jaman Prabu Jayawarsa di Kerajaan Kediri. Menilik nama Empu Manoguna dan Triguna ada bagian yang sama, kemungkinan besar dapat diduga keduanya masih ada hubungan kerabat atau seperguruan. Yang jelas kedua Empu ini adalah konsultan dan penasehat utama Prabu Jayawarsa.
Karya hukum dan tata praja ciptaan Empu Manoguna adalah Kakawin Sumanasantaka, cerita yang bersumber dari Kitab Raguwangsa karya pujangga besar dari India, Sang Kalisada. Pengaruh India ke dalam kehidupan masyarakat Jawa Kuno memang besar, baik yang bersifat Hindu maupun Budha. Hal ini tampak denganungkapan bahasa Sansekerta yang masuk dalam kosakata ilmu pengetahuan Jawa Kuno. Sumanasantaka berasal dari kata sumanasa = kembang dan antaka = mati. Artinya adalah mati oleh kembang. Serat Sumanasantaka menceritakan kebijaksanaan seorang raja dalam memimpin rakyatnya.
Karya hukum dan tata praja Empu Dharmaja yang terkenal adalah Kakawin Smaradahana dan Kakawin Bomakawya. Kitab Smaradahana menceritakan Batara Kamajaya yang punya sifat keagungan. Kitab Bomakawya menurut Teeuw (1946:97)menceritakan cara memimpin yang berdasarkan pada nilai keadilan dan perdamaian.





































BAB III
PENUTUP
a.       Kesimpulan
Kerajaan Kediri / Panjalu yang merupakan kerajaan hasil bagi dari kerajaan Kahuripan di Jawa Timur pada masa raja Airlangga merupakan kerajaan yang patut diperhitungkan. Kerajaan yang berada di sekitar wilayah Kediri ( sekarang ) ini mengalami masa puncak kejayaan pada masa raja Jayabaya yang sangat terkenal dengan ilmu dan keahliannya dalam membaca masa depan atau meramal. Tak hanya cakap dalam meramal, bahkan raja Jayabaya yang membawa kemakmuran bagiKediri telah mampu mengelola dan memimpin kerajaannya dengan sangat baik.
Hal ini terbukti dari berbagai peninggalan sejarah yang telahdirekonstruksikan dan memberitahukan kepada pembaca sekarang bahwa pada zaman kerajaan Kediri telah muncul berbagai sastra dan budhaya yang sangat luar biasa, mulai dari kitab Bharatayudha, Hariwangsa sampai Gatotkacasraya. Kerajaan Kediri pada masa itu merupakan kerajaan yang mandiri dan makmur, yang secara ekonomimengalami kecukupan dengan mendayagunakan pertanian, perdagangan, dan peternakan. Kehidupan yang makmur membuat masyarakat dalam aspek sosial mengalami hal yang senada. Karena dipimpin raja yang bijak, tak urung kemajuan darimasyarakat yang berkecukupan dalam hal sandang, pangan dan papan. Tak hanya dalam hal fisik yang mencoba dibangun oleh raja Jayabaya pada saat itu juga telah diberlakukan ketertiban dan hukum yang jelas dan keras bagi seluruh rakyat Kediri.Walaupun kemakmuran tersebut tidak berlangsung lama karena kemudian kegelapan mengganti masa-masa jaya kerajaan Kediri pada masa pemerintahan Kertajaya (1222M).Kerincuhan dan selisih paham yang berlaku dan terjadi antara Kertajaya dan kaum brahmana ternyata membawa akhir bagi kerajaan Kediri. Brahnama yang tidak sepahan meminta bantuan Ken Arok yang pada saat itu juga sedang gencar-gencarnya melakukan usaha ekspansionis untuk mendirikan sebuah kerajaan yang pada akhirnya bernama Singasari. 
Namun, keberadaan kerajaan Kediri merupakan sebuah bukti eksistensi dan kemakmuan salah satu kerajaan di Jawa Timur sebagai penerus dinasti Isyana.Dengan sistem pemerintahan, birokrasi, ekonomi, sosial, budhaya, dan agama yangmengalami kemajuan secara gilang-gemilang.

b.      Saran
Dengan adanya makalah ini kita dapat berpikir secara realistis bahwa sejak dulu Indonesia telah memiliki banyak kebudhayaan yang memberikan dampak besar terhadap kita untuk lebih maju dalam membangun Indonesia yang lebih baik lagi baik dari segi hukum maupun kehidupan sosial budhayanya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar